Loading Now

Kaus Dalam yang Jadi Juru Selamat

Kaus Dalam yang Jadi Juru Selamat

Di sebuah gang bernama Gang Buntu Bahagia, hiduplah seorang lelaki 35 tahun yang namanya bikin orang berpikir dua kali sebelum mengucapkannya di depan umum: Surmono Jebrol.

Surmono tidak miskin. Ia cuma belum kaya. Tapi ia punya prinsip: selama bisa makan tempe goreng dan sandal jepitnya tidak hilang sebelah, maka hidup masih layak diperjuangkan.

Setiap pagi, Surmono duduk di kursi plastik yang kakinya satu sudah diganjal batu bata. Ia memandangi jemuran milik tetangga sambil menghitung berapa celana dalam yang berhasil jatuh hari ini.

“Delapan. Hari ini angin semangat sekali,” gumamnya sambil tersenyum tipis.

Di balik tubuh kurusnya yang seperti antena parabola tua, tersembunyi semangat hidup yang aneh. Ia bukan pengangguran. Ia adalah pengangguran berstrategi. Katanya, “Saya tidak nganggur, saya sedang menunggu momen.

Momen itu belum juga datang sejak 2019.

Suatu hari, Pak RT membagikan pamflet di tiap rumah:

Lomba Ide Usaha Tingkat RT. Hadiah Utama: Rice Cooker dan Sertifikat Prestasi

Surmono tersentak. Rice cooker adalah lambang kemapanan. Sertifikat bisa dijilid dan dipajang untuk membungkam tante-tante julid.

Malam itu, Surmono duduk di depan cermin dan berdialog dengan bayangannya.

Mon, kamu harus menang.

Tapi ide usahaku apa?

Apa saja. Yang penting tidak mencuri dan tidak buka jasa ngetik skripsi palsu lagi.

Akhirnya, ia menulis di kertas bekas:

Jasa Sewa Kaus Dalam Bekas yang Sudah Teruji Kenyamanannya

Ia menamai usahanya: MON-INTIM (Mon’s Intimate Wear for Real People).

Menurut logikanya yang nyeleneh, “Orang-orang sekarang suka vintage. Kenapa tidak vintage dari dalam tubuh sendiri?

Hari pengumuman lomba datang. Warga berkumpul di balai RT, membawa ide mulai dari budidaya lele spiritual hingga jasa menyapu halaman sambil curhat.

Ketika nama Surmono dipanggil, suasana sejenak hening.

Ia melangkah pelan, membawa poster berisi foto kaus dalam yang digambar pakai pensil warna anak tetangga.

Bapak Ibu, saya tidak menawarkan kenyamanan biasa. Saya menawarkan sejarah. Kaus dalam saya sudah melewati lima Lebaran dan dua patah hati. Ini bukan sekadar kain. Ini identitas,” ucapnya penuh percaya diri.

Orang-orang tertawa. Tapi bukan karena menghina. Ada rasa heran, jijik, dan semacam apresiasi yang aneh.

Pak RT bingung. Panitia bingung. Tapi juri dari kelurahan—seorang pensiunan guru seni rupa yang sudah bosan hidup normal—justru terharu.

Anak ini jujur,” katanya. “Lucu, tapi jujur. Dia mengangkat benda paling diremehkan menjadi gagasan ekonomi.

Dan begitulah, Surmono Jebrol keluar sebagai juara pertama.

Rice cooker berpindah tangan. Sertifikat ditandatangani. Surmono, untuk pertama kalinya, merasa menang tanpa harus jadi normal.

Ketenaran yang Tak Direncanakan

Dua minggu kemudian, kisahnya viral. Akun Instagram @HidupTanpaLogika mewawancarainya.

Judul kontennya: “Pria Ini Menyewakan Kaus Dalam dan Kamu Akan Terkejut Kenapa

Jumlah pengikutnya naik. Tetangga mulai mencium bau kesuksesan.

Tapi Surmono tidak berubah. Ia masih duduk di kursi plastik ganjalan batu bata, masih menghitung celana dalam di jemuran, dan kini kadang menandatangani poster untuk penggemar iseng.

Ia pernah ditanya dalam wawancara,
Pak Surmono, apa rahasia kesuksesan Bapak?

Ia menjawab dengan kalem,
Saya hanya memakai apa yang sudah saya miliki. Meski itu cuma kaus dalam yang pernah bolong tapi dijahit pakai benang warna-warni.

Dan begitulah, di dunia yang terlalu sibuk mengejar kesempurnaan, Surmono Jebrol justru menang karena memamerkan kebodohan yang jujur.

Share this content:

138b8bcc3accec6d540d7273cac528ad547c61bf332916c9007a2fff00bf1368?s=150&d=mp&r=g Kaus Dalam yang Jadi Juru Selamat
Web |  + posts

Post Comment